Dongengku Belajarku

By hartantyo - Last updated: Thursday, September 27, 2018 - Save & Share - Leave a Comment

oleh: e-hartantyo

Sebenarnya, aku masih sering ingat masa-masa kecilku yang indah. Usiaku sekitar 2 tahun. Saat itu hanya kesenangan, permainan dan kegembiraan yang aku dapat. Waktu pagi, aku sering bangun karena pantatku terasa nggak nyaman akibat ompol tadi malem. Aku nangis sekeras-kerasnya. Ibuku biasanya paham dengan kondisi ini. Aku dimandikan, ‘didandani’ dan ‘didulang’ dengan penuh kasih. Ehm….terimakasih buk !!.

Siang hingga sore aku mulai bermain dengan teman-teman, kadang dengan tetanggaku, bahkan sering pula aku bermain-main dengan si pusku yang kuberi nama ‘gembul’. Mungkin karena bulunya yang lumayan lebat. Dulu aku menyangka hewan yang berbulu tebal , berkumis yang suka mengeong itu bernama ‘gembul’.

Nah……saat sore sekitar jam delapan itu saat-saat yang paling nyaman. Bagaimana enggak… dongeng menjelang tidur dari ibuk sungguh aku nantikan. Banyak cerita dari ibuk ke aku. Sering aku didongengi cerita kancil yang masyur dan terkenal itu . Ceritanya sungguh hebat, bahkan pula cerita-cerita daerah seperti si malin kundang, jaka tingkir, sunan-sunan, legenda daerah bayat, telaga anakan, dan lain-lain.

Betapa nyamannya saat-saat menjelang tidur. Aku dibaringkan di kasur, sementara ibuk terus bercerita. Tangannya yang halus menyeka punggungku, sedikit memijit-mijit. Aku sering memainkan jari-jari kakiku dengan tangan. Wah pokoknya nikmat sekali.

Cerita-cerita itu ternyata tidak sekedar dongeng isapan jempol belaka. Kadang-kadang ibuk juga memberi contoh-contoh tindakan yang baik dan buruk. Seperti halnya kancil yang terlalu pintar dan selalu dapat lepas dari bahaya itu, sisi baiknya kita harus bisa dan mau belajar, mengasah otak dan bergaul. Tetapi sisi buaruknya kancil kadang terlalu culas, suka ‘minteri’ temannya sendiri. Bahkan dia rela menjerumuskan teman sendiri. Ingat saat kancil tertangkap pak tani ketika mencuri ketimun, lalu dia membohongi anjing paktani sehingga dia dapat lepas dari sangkar pak tani.

Kembali ke dongeng tadi, ternyata sekarang aku masih terngiang tentang dongeng itu. Saat yang tepat dan kondisi tubuh yang siap menerima dongeng membuat semua petuah ibuk masuk ke sanubari. Aku bisa ingat benar apa yang ibuk ceritakan. Dan yang paling penting suasananya itu…. Sangat kondusif untuk proses transfer petuah.

Nah…andaikan ya, andaikan saja aku bermimpi untuk membuat situasi, kondisi dan sistem belajarku tentang kuliah-kuliah di Geofisika ini seperti saat didongengi itu ,bisa nggak ya?. Artinya, aku belajar di saat aku sudah siap untuk menerima, dalam situasi yang nyaman. Tentusaja situasi nyaman ini nggak sama dengan dulu, kita nggak lagi dielus-elus punggung sambil tiduran dan lain-lain, tapi situasi yang sesuai dengan target belajarku.

Kondisi ini pula tentu saja nggak bisa dibawa saat kuliah di kampus, dimana dosen harus mendongeng sekaligus mengelus-elus punggung setiap mahasiswanya. Nggak etis khan..?.

Tapi, sistem itu bisa aku bawa di rumah atau kost. Aku hanya belajar pada saat kondisiku siap, saat suasana memingkinkan untuk proses transfer tersebut. Nggak mungkin kan, seperti waktu aku kecil pas sedang panas-panasnya ibuk tetap mendongeng. Ibuk tahu karena saat itu aku sedang nggak siap, nggak pada kondisi nyaman untuk di dongengi. Mungin hanya dielus-elus punggungku saja.

Jadi prinsipnya aku harus dalam kondisi siap pada saat kita mau belajar.

Tapi sebenarnya ada hal yang lebih penting dari sekedar kesiapan, yaitu “KEMAUAN”. Aku merasa bahwa dongeng ibuk itu merupakan saat-saat yang sangat kunantikan, setiap malam, selama aku siap (dalam hal ini nggak sedang sakit). Nah kemauan untuk mendengarkan dongeng itu begitu kuat sehingga dalam kondisi setangah tidur aku masih bisa mendengar apa yang ibuk dongengkan. Bahkan aku sering protes kalau ceritanya bersambung.

Sepertinya sangat baik sekali kalau aku bisa merasa bahwa belajar itu merupakan sesuatu yang mengasyikkan, menyenangkan sehingga kemauan belajar itu muncul. Aku pikir, caranya sebenarnya simpel saja. Aku harus mulai dengan apa yang aku suka dulu. Kalau aku suka belajar pemrosesan data, ya aku mulai dengan menekuni itu. Misalnya dengan membuat program, perhitungan numeris atau pakai rumus dan kalkulator untuk model majunya. Atau coba-coba buat program perhitungan pengeluaran keuangan kita, program tanggal lahir dsb. Dan, pada prinsipnya, semakin aku mau belajar, semakin terbiasa badanku, otak dan nalarku menjadi terampil.

Bahkan kupikir yang namanya belajar..itu bisa apa saja. Belajar tentang pendidikan, agama, sosial kemasyarakatan dan lain-lain.

Saya jadi ingat tentang hadist rasulullah tentang kewajiban kita belajar dari lahir sampai mati. Bahkan kita dituntut belajar sejauh dan setinggi mungkin.

Aku yakin bahwa apa saja yang aku coba dan kerjakan sendiri akan berguna dimasa depan. Seperti banyak sekali petuah ibuk yang selalu aku ingat tetapi kadang kadang bahkan sering sangat berat untuk menjaganya….dan tentu saja melaksanakannya

Tetapi aku selalu ingat, bahwa aku harus tidak culas, minteri, dan sombong seperti kancil. Aku harus pinter, jujur, dan terus berusaha seperti semut.

Terima kasih buat ibuk….
Yang selalu berusaha menjadi ibuk yang baik buat anak-anaknya….
Sungkem selalu

Yogyakarta, Maret 2001

Posted in Cerita Fiksi • • Top Of Page